Pembelajaran kooperatif adalah
solusi ideal terhadap masalah menyedikan kesempatan berinteraksi secara
kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang
berbeda. Metode kooperatif secara khusus menggunakan kekuatan dari sekolah yang
menghapuskan perbedaan kehadiran para siswa dari latar belakang rasa atau etnik
yang berbeda-beda, untuk meningkatkan hubungan antar kelompok.
Adapun rasional pengungkit belajar kooperatif
adalah:
1. Membangun
pondasi organisasi yang kuat adalah siswa bekerja sama dalam belajar dan
bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar
sama baiknya.
Menerapkannya untuk
dirinya dan orang lain adalah untuk dirinya membuat anak lebih aktif, ada rasa
kerja sama, saling menghormati dan menghargai satu sama lain, untuk orang lain
menekankan tujuan kerja tim dan kesuksesan tim, semua tim akan bisa belajar
mengenai pokok bahasan yang telah di ajarkan.
2. Menciptakan
tim yang tangguh adalah penghargaan bagi tim, tanggung jawab individu dan
kesempatan sukses yang sama tim akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan
jika mereka berhasil melampaui criteria tertentu yang telah ditetapkan.
Tanggung jawab individu maksudnya bahwa kesuksesan tim bergantung pada
pembelajaran individual dari semua anggota tim.
3. Menciptakan
tujuan dan target yang jelas dan menarik, maksudnya adalah dengan adanya tujuan
dari tim tersebut dan apa target yang harus dicapai jelas dan menarik dalam tim
tersebut maka siswa/kelompok pada tim itu akan termotivasi untuk berusaha dari
pada apabila mereka baru diberi penghargaan jika lebih baik dari yang lain, karena
penghargaan atas kemajuan untuk meraih sukses bukanlah sesuatu yang terlalu
sulit atau terlalu mudah untuk dilakukan siswa (Slavin, 1980an).
4. Mendorong
keberhasilan diri dan tim adalah guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa
bekerja dalam tim, mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai pelajaran seperti semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara
sendiri-sendiri, dimana saat ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu,
melibatkan penghargaan tim, tanggung jawab individual dan kesempatan sukses
yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda.
5. Mengelola
kinerja yang baik dan berpotensi berhasil maksudnya adalah supaya siswa
termotivasi saling mendukung dan membantu satu sama lain dan menguasai
kemampuan yang telah di ajarkan guru.jika para siswa ingin agar timnya
mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk
mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu tim untuk bisa
melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga,
dan menyenangkan. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan pelajaran.
Mereka boleh membandingkan jawaban masing-masing, mendiskusikan ketidak
sesuaian, dan saling membantu satu sama lain.
6. Memberdayakan
kinerja yang lemah dalam arti dalam pembelajaran kooperatif ini yang lemah
dengan adanya penggabungan siswa yang heterogen yang pandai dan yang lemah,
yang lemah menjadi bisa belajar dengan yang pandai, yang lemah lebih semangat
dan bertambah pintar bergabung dengan yang pandai, penerimaan terhadap teman
sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri.
7. Mengembangkan
tim maksudnya adalah menggambarkan bagaimana para siswa yang bekerja sama dapat
merasakan pengalaman untuk mencapai hal-hal semacam itu untuk membangun pemahaman
mendalam. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar
untukmengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda
antara siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan teman sekelas
mereka.
Jadi pembelajaran kooperatif
merunjuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam
elompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain dalam mempelajari
materi pembelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling
membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan
yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman
masing-masing.
Sejak zaman dahulu kala, para guru telah membolehkan
atau mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja sama dalam tugas-tugas kelompok
tertentu, dalam diskusi atau debat kelompok, atau dalam bentuk-bentuk kerja
kelompok, atau dalam kegiatan pelajaran tambahan berkelompok lainnya. Metode
ini biasanya bersifat informal, tidak berstruktur, dan hanya digunakan pada
saat-saat tertentu saja. Namun demikian, sejak dua puluh tahun yang lalu, telah
dilakukan beberapa penelitian yang signifikan terhadap teknik-teknik lama ini.
Untuk pertama kalinya, strategi pembelajaran kooperatif mulai dikembangkan,
bahkan, lebih dari itu, mulai dievaluasi dalam berbagai konteks pengajaran yang
lebih luas.
Tujuan yang paling penting dari pembelajaran
kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan,
dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang
bahagia dan memberikan kontribusi. Sejak semula,penelitian mengenai
pembelajaran kooperatif telah memperlihatkan bagaimana strategi ini bisa
mengembangkan pencapaian yang bisa dibuat para siswa. Namun, penelitian ini
juga memperlihatkan berbagai alasan bahwa pembelajaran kooperatif memang
meningkatkan pencapaian dan, yang paling penting, penelitian juga menunjukkan
bahwa unsure-unsur pembelajaran kooperatif harus ada pada tempatnya jika
menginginkan pengaruh dan pencapaian maksimal.
APA YANG MEMBUAT
KELOMPOK KERJA BERJALAN?
Mengapa para siswa yang bekerja di dalam kelompok
kooperatif bisa belajar lebih banyak daripada mereka yang diatur dalam
kelas-kelas tradisional? Penelitian yang menyelidiki mengenai pertanyaan ini
telah mengungkapkan variasi yang sangat banyak dari model-model teoretis yang
dapat menjelaskan keunggulan pembelajaran kooperatif (Slavin, 1992, 1993).
Teori-teori tersebut terbagi menjadi dua kategori utama, motivasi dan kognitif.
TEORI MOTIVASI
Perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif
terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa
bekerja (Slavin, 1993). Deutsch (1949) mengidentifikasikan tiga struktur
tujuan: kooperatif, di mana
usaha-berorientasi-tujuan dari tiap individu member kontribusi pada pencapaian
tujuan anggota yang lain; kompetitif,
di mana usaha-berorientasi-tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian
tujuan anggota lainnya; dan individualistik
di mana usaha-berorientasi-tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsekuensi
apapun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya. Dari perspektif motivasional
(seperti yang dikemukakan Johnson dkk., 1981, dan Slavin, 1983an), struktur
tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota
kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa
sukses.
Beberapa kajian telah menemukan bahwa ketika para
siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka
mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apapun yang diperlukan
untuk keberhasilan kelompok (Deutsch, 1949; Thomas, 1957). Di dalam kelas yang kooperatif murid yang
berusaha keras, selalu hadir di kelas, dan membantu yang lainnya belajar akan dipuji
dan didukung oleh teman satu timnya, ini bertolak belakang dengan situasi di
dalam kelas tradisional.
TEORI KOGNITIF
Sementara teori motivasi dalam pembelajaran
kooperatif menekankan pada derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah
insentif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik, teori kognitif
menekankan pada pengaruh dari kerja sama itu sendiri (apakah kelompok tersebut
mencoba meraih tujuan kelompok ataupun tidak).
Teori Pembangunan
Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa
interaksi diantara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai dengan
meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik (Damon, 1984; Murray,
1982).
Teori Elaborasi
Kognitif
Apa yang kita sebut sebagai perspektif elaborasi
kognitif di sini agak berbeda dengan perspektif elaborasi dari sudut pandang
pembangunan. Penelitian dalam bidang psikologi kognitif telah menemukan bahwa
jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan
informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat
dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi, dari materi
(Wittock, 1987).